Kubu Raya-Menanggapi pemberitaan yang telah viral di berbagai media, Mantan Kepala Desa Sungai Belidak periode 2016–2022, Efendi Usman, melontarkan kritik keras terhadap proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana APBN dan Dana Desa, termasuk proyek P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) yang diduga dibangun di atas lahan wakaf berupa kuburan umat Muslim di wilayah RT 15 Desa Sungai Belidak.

‎Dalam pernyataannya kepada awak media, Jumat (3/10/2025), Efendi menyebut lokasi pembangunan tersebut sarat kejanggalan, cacat prosedur, dan menyalahi tujuan program.

‎“Yang jelas itu tanah wakaf perorangan, masih digunakan warga untuk pemakaman. Bukan lahan pertanian, apalagi lahan produktif. Kenapa proyek P3A bisa dibangun di atasnya? Ini sudah menyalahi arah dan tujuan pembangunan,” tegas Efendi.


‎Lebih lanjut, ia menilai keputusan penempatan proyek dilakukan secara sepihak dan otoriter oleh kepala desa saat ini, tanpa melibatkan RT, tokoh masyarakat, maupun hasil musyawarah resmi.

‎“Tidak ada rapat, tidak ada notulen, tidak ada persetujuan masyarakat. Kepala desa main tunjuk saja lokasi. Seharusnya ada transparansi dan partisipasi warga!” kecamnya.



‎Efendi juga menyoroti proyek jalan di sekitar RT 14 yang telah rusak parah meskipun baru dibangun, dengan nilai anggaran disebut mencapai Rp90 juta. Sementara itu, proyek jembatan atau penutup saluran di RT 9 dan RT 10 juga disorot karena penggunaan anggaran Rp 40 juta namun pelaksanaannya tidak jelas.

‎“Saya tanya ke warga, katanya bukan borongan. Tapi semua material dari desa. Terus siapa pelaksananya? Ini proyek atau sulap? Aneh!” ujar Efendi.


‎Ia menyebut proyek-proyek seperti ini memperlihatkan bagaimana dana publik dikelola tanpa akuntabilitas dan tanpa pengawasan efektif dari lembaga desa.

‎Efendi juga menuding Badan Permusyawaratan Desa (BPD) gagal menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya pembangunan desa.

‎“BPD ini pengawas. Tapi mana pengawasannya? Surat pertanggungjawaban (SPJ) saja bertahun-tahun tidak pernah diperiksa. Pendamping desa juga diam seribu bahasa. Ini sudah sistemik!” tegasnya.

‎Ia mendesak agar pihak Bupati, Inspektorat, dan aparat penegak hukum turun tangan untuk memeriksa seluruh proyek dan penggunaan anggaran di Desa Sungai Belidak.

‎Lebih mengejutkan lagi, Efendi membeberkan dugaan praktik gratifikasi proyek pada tahun 2014, yang menurutnya melibatkan enam paket pekerjaan P3A, di mana setiap paket diduga menyisihkan uang sebesar Rp5 juta untuk kepala desa hanya untuk tanda tangan.

‎“Saya tahu persis, karena orang yang terlibat mengatakan langsung kepada saya. Enam titik pembangunan, dan setiap tanda tangan kades dihargai Rp 5 juta. Ini praktik kotor yang harus diusut,” katanya serius.


‎Efendi menegaskan bahwa semua kritik yang ia sampaikan bukan karena kepentingan politik atau dendam pribadi, melainkan demi kepentingan masyarakat dan transparansi pengelolaan keuangan desa.

‎ “Kalau pembangunan memang untuk rakyat, kenapa tertutup? Kenapa dibangun di tempat yang salah? Dana negara bukan milik pribadi!” tutupnya.


‎Hingga berita ini diturunkan, pihak Kepala Desa Sungai Belidak belum memberikan keterangan resmi. Awak media masih berupaya melakukan konfirmasi untuk mendapatkan tanggapan dari pihak terkait.”(Tim/Redaksi)