Kubu Raya – Upaya penyelesaian persoalan kompensasi lahan dan pembangunan kebun plasma di Desa Sepok Laut, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, kembali dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten Kubu Raya. Mediasi yang digelar pada Rabu (9/7/2025) pukul 13.00 WIB di ruang rapat Wakil Bupati lantai 3 Gedung Pamong Praja 2 ini dipimpin langsung oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kubu Raya , Mustafa, SH., MH.,

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari surat Kepala Desa Sepok Laut bernomor 140/065/PEM/12/2025 tanggal 20 Maret 2025 yang menyangkut permohonan kompensasi lahan dari wilayah Buah Pasir hingga Buah Pamen Raya yang belum terselesaikan sejak 2018 hingga 2025.

Sejumlah tokoh dan pihak terkait hadir dalam forum mediasi ini, termasuk Wakil ketua Satu DPRD Kabupaten Kubu Raya, Zulkarnain, SP., Camat Sungai Kakap Junaidi, S.Sos., Wakapolres Kubu Raya, Kepala Desa Sepok Laut Muhammad Aly, Ketua BPD, Ketua Koperasi Kepala Dusun, tokoh masyarakat, serta jajaran PT Punggur Alam Lestari (PT PAL) yang diwakili Direktur Operasional Togar Sihaan dan Humas PT PAL, Bukran.

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kubu Raya , Mustafa, SH., MH.,Kepada Sejumlah awak media dia menyampaikan bahwa mediasi antara pihak Desa Sepok Laut dan PT Punggur Alam Lestari (PT PAL) yang digelar hari ini merupakan kelanjutan dari dua kali pertemuan sebelumnya yang digelar di DPRD Kubu Raya.

“Kalau kita lihat, mediasi ini adalah tindak lanjut dari dua kali pertemuan sebelumnya di DPRD. Kita di pemerintah mencoba memberikan berbagai solusi. Namun solusi tersebut masih perlu dibicarakan lebih lanjut oleh pihak perusahaan kepada owner-nya. Kita minta, paling lambat dalam waktu satu minggu ke depan sudah ada jawaban atau keputusan dari mereka,” jelas Mustafa kepada awak media, usai pertemuan, Rabu (9/7/2025).

Terkait polemik plasma yang sudah berlangsung lama, Mustafa menilai bahwa sebenarnya saat ini telah ada itikad baik dari pihak perusahaan, terutama dengan hadirnya sosok baru seperti Pak Togar.

“Pak Togar ini orang baru, dan saya lihat ada itikad baik. Tapi kesalahan di awal itu justru dari pola yang dibangun. Harusnya plasma dibangun dulu, misalnya 1.000 hektare, baru kemudian ditetapkan siapa saja calon penerima manfaat (CPCL)-nya. Bukan malah sertipikat masyarakat dikumpulkan dulu, dibagikan dulu, lalu sekarang jadi sulit ditarik kembali,” paparnya.

Mustafa menambahkan, persoalan semakin kompleks karena banyak sertipikat yang telah berpindah tangan, dijaminkan ke bank, atau bahkan dijual secara pribadi. Situasi ini menurutnya menjadi tantangan besar dalam menentukan siapa saja yang berhak atas plasma.

“Masyarakat harus legowo dan mau menyerahkan kembali sertipikatnya agar pembangunan plasma bisa berjalan. Tadi saya juga sempat lontarkan bagaimana solusi bagi lahan yang sudah menghasilkan, tapi sertipikatnya menyebar ke berbagai tempat,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa dari data awal, terdapat sekitar 200 hektare lahan yang siap dibangun plasma. Pihak perusahaan bahkan telah menyatakan kesiap

….

Dalam forum tersebut, Direktur Operasional PT PAL, Togar Sihaan, menegaskan bahwa persoalan keterlambatan pembangunan kebun plasma perlahan mulai menemui titik terang. Perusahaan menyatakan kesiapannya untuk membangun kebun plasma seluas 20 persen dari total areal inti, sesuai dengan regulasi pemerintah.
“Dari sisi perusahaan, kami siap membangun plasma sesuai ketentuan. Tapi ada kendala serius, yaitu belum diserahkannya sertifikat lahan yang menjadi dasar pembangunan. Ini yang harus segera kita tuntaskan bersama,” ujar Togar.

Ia menjelaskan, dari total lahan inti perusahaan seluas lebih dari 2.100 hektar, maka kewajiban pembangunan plasma adalah sekitar 420 hektar. Namun lahan yang tersedia saat ini hanya sekitar 1.400 hektar, dan dari jumlah itu, belum ada 400 hektar yang lengkap secara administrasi.

Menurut Togar, pembangunan plasma bukan perkara sederhana. Dibutuhkan biaya antara Rp80 juta hingga Rp90 juta per hektar. Untuk membangun 1.000 hektar misalnya, biaya yang dibutuhkan hampir Rp90 miliar. Dana sebesar itu akan diperoleh lewat pinjaman bank, namun bank hanya akan mencairkan pembiayaan jika sertifikat lahan telah dipegang oleh koperasi sebagai mitra resmi perusahaan
“Prinsipnya, kami tidak menolak membangun. Tapi kami butuh dasar hukum dan jaminan administrasi yang kuat. Tanpa sertifikat, bank tidak bisa mencairkan dana. Ini bukan kemauan kami, tapi mekanisme sistem pembiayaan,” jelasnya.

Togar juga mengungkapkan bahwa program sertifikasi lahan era Presiden Joko Widodo yang awalnya diharapkan memperkuat kemitraan justru menghadirkan tantangan baru. Sertifikat yang seharusnya diserahkan kepada koperasi sebagai syarat pembangunan plasma, justru diambil langsung oleh oknum warga dari kantor BPN, padahal seluruh proses sertifikasi dibiayai oleh perusahaan.

“Kalau sejak awal sudah ada kesepakatan bahwa sertifikat dipegang perusahaan tapi dalam tiga tahun tidak dibangun plasma, maka itu kesalahan kami. Tapi kenyataannya, hingga kini tidak ada satu pun sertifikat di tangan kami. Jadi bagaimana bisa kami membangun?” tegas Togar.

Ia menambahkan bahwa PT PAL tetap membuka diri untuk dialog dan mediasi lanjutan demi menemukan solusi terbaik. Pihaknya mengajak semua elemen masyarakat, termasuk koperasi dan pemerintah desa, untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan administrasi demi kelancaran pembangunan plasma.

Usai Memimpin Rapat.Mediasi

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kubu Raya , Mustafa, SH., MH.,Kepada Sejumlah awak media dia menyampaikan bahwa mediasi antara pihak Desa Sepok Laut dan PT Punggur Alam Lestari (PT PAL) yang digelar hari ini merupakan kelanjutan dari dua kali pertemuan sebelumnya yang digelar di DPRD Kubu Raya.

“Kalau kita lihat, mediasi ini adalah tindak lanjut dari dua kali pertemuan sebelumnya di DPRD. Kita di pemerintah mencoba memberikan berbagai solusi. Namun solusi tersebut masih perlu dibicarakan lebih lanjut oleh pihak perusahaan kepada owner-nya. Kita minta, paling lambat dalam waktu satu minggu ke depan sudah ada jawaban atau keputusan dari mereka,” jelas Mustafa kepada awak media, usai pertemuan, Rabu (9/7/2025).

Terkait polemik plasma yang sudah berlangsung lama, Mustafa menilai bahwa sebenarnya saat ini telah ada itikad baik dari pihak perusahaan, terutama dengan hadirnya sosok baru seperti Pak Togar.

“Pak Togar ini orang baru, dan saya lihat ada itikad baik. Tapi kesalahan di awal itu justru dari pola yang dibangun. Harusnya plasma dibangun dulu, misalnya 1.000 hektare, baru kemudian ditetapkan siapa saja calon penerima manfaat (CPCL)-nya. Bukan malah sertipikat masyarakat dikumpulkan dulu, dibagikan dulu, lalu sekarang jadi sulit ditarik kembali,” paparnya.

Mustafa menambahkan, persoalan semakin kompleks karena banyak sertipikat yang telah berpindah tangan, dijaminkan ke bank, atau bahkan dijual secara pribadi. Situasi ini menurutnya menjadi tantangan besar dalam menentukan siapa saja yang berhak atas plasma.

“Masyarakat harus legowo dan mau menyerahkan kembali sertipikatnya agar pembangunan plasma bisa berjalan. Tadi saya juga sempat lontarkan bagaimana solusi bagi lahan yang sudah menghasilkan, tapi sertipikatnya menyebar ke berbagai tempat,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa dari data awal, terdapat sekitar 200 hektare lahan yang siap dibangun plasma. Pihak perusahaan bahkan telah menyatakan kesiapan untuk menginventarisasi dan menebus sertipikat yang saat ini dijaminkan di bank.

“Pihak perusahaan siap menebus sertipikat yang masih berada di bank. Tapi ini tetap memerlukan kerja sama dari masyarakat,” tambah Mustafa.

Namun, tantangan tidak hanya datang dari masalah teknis, melainkan juga dari kondisi sosial dan geografis. Mustafa menyampaikan apresiasi kepada warga Sepok Laut yang hadir ke mediasi meski mene

Sementatan itu Kepala Desa Sepok Laut, Muhammad Aly, memberikan tanggapan positif terhadap proses mediasi yang dinilainya memberikan harapan baru bagi masyarakat.

“Mediasi yang dipimpin Pak Mustafa dan Bang Zulkarnaen sangat memuaskan. Ada solusi yang ditawarkan, hanya saja sekarang tinggal kembali pada niat baik pihak perusahaan, apakah mereka benar-benar ingin berbagi kepada masyarakat Desa Sepok Laut yang sudah menunggu selama belasan tahun,” ujar Muhammad Aly kepada awak media usai mediasi, Rabu (9/7/2025).

Ia menegaskan bahwa masyarakat hanya meminta hak 20% plasma dari total Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Permintaan ini, menurutnya, bukan sesuatu yang berlebihan dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Permintaan masyarakat jelas, 20% dari HGU untuk plasma. Itu sudah ditarik oleh Pak Mustafa dan Bang Zulkarnaen dalam pertemuan tadi. Masyarakat juga tidak ada menuntut kompensasi angka tertentu. Jadi isu bahwa kami minta angka tertentu itu tidak benar,” tegasnya.

Terkait kendala penyerahan sertipikat oleh masyarakat sebagai salah satu syarat realisasi kebun plasma, Muhammad Aly menjelaskan bahwa sertipikat yang dimiliki warga adalah hak milik pribadi.

“Sertipikat itu hak milik. Warga berhak bekerjasama dengan siapa pun. Tapi kalau memang PT PAL serius membangun kebun plasma, saya siap membantu ambil kembali lahan masyarakat yang sudah masuk ke pihak lain seperti PT Calisa Nusantara, tapi dengan catatan: PT PAL betul-betul serius,” tegasnya.

Kades Aly juga menyatakan kesiapannya memfasilitasi pertemuan warga untuk mengumpulkan sertipikat apabila ada permintaan resmi dari perusahaan.

“Kalau perusahaan minta bantu saya untuk kumpulkan warga, saya siap. Tapi saya tidak bisa memaksa warga. Saya hanya bisa memfasilitasi. Saya berharap komunikasi ini bisa diperbaiki, karena jujur selama ini hubungan saya dengan pihak perusahaan itu miskomunikasi. Entah saya yang salah tangkap atau mereka yang tidak menyampaikan,” katanya.

Di akhir pernyataannya, Kepala Desa Sepok Laut menghimbau masyarakat agar bersabar menunggu keputusan dari manajemen PT PAL.

“Saya harap masyarakat Desa Sepok Laut bersabar menunggu jawaban dari pihak manajemen dan pemilik perusahaan. Kita beri waktu satu minggu. Saya tetap berprasangka baik, karena kita semua ingin yang terbaik untuk kemajuan desa dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.

Mediasi ini diharapkan menjadi titik awal penyelesaian polemik berkepanjangan yang selama ini menghambat upaya pemberdayaan masyarakat melalui kebun plasma di Desa Sepok Laut, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya.”(Defri)